BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa.
Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan
mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya
pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar 12 tahun,
melakukan perubahan kurikulum untuk mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah,
tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik dunia pendidikan dalam
mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pendidikan.
Manusia dengan
berbagai keunikan dan kelebihannya dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya
dikaruniai tiga potensi yang spektakuler, yaitu kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Jika ketiga aspek ini dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal, maka apa saja yang direncanakan
manusia dalam menjalankan aktivitasnya akan berjalan dengan baik. Tujuan
sekolah seharusnya mengembangkan kecerdasan dan membantu orang mencapai sasaran
profesi dan hobi yang cocok untuk spectrum kecerdasan mereka masing-masing.
Orang yang membantu mewujudkan hal itu
memiliki keyakinan, merasa lebih terlibat dan kompeten. Oleh karena itu, lebih
cenderung untuk melayani masyarakat dengan cara konstruktif.
Kecerdasan
intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, di atas tetapi juga
harus dilihat dari aspek kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal,
intrapersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut
dikenal dengan sebutan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Makalah ini
akan membahas mengenai Multiple Intelligences dalam
pembelajaran , semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
lanjut bagi kita tentang Multiple Intelligences dalam
pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Multiple Intelegences
?
2. Apa
saja jenis-jenis Multiple Intelegences ?
3. Bagaimana
urgensi Multiple Intelegences dalam
dunia pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kecerdasan Majemuk
Kecerdasan
seringkali dimaknai sebagai kemampuan memahami sesuatu dan kemampuan
berpendapat. Teori kecerdasan yang semula dimaksudkan untuk psikolog telah
berkembang menjadi alat yang digunakan
dengan antusias oleh para pendidik diseluruh dunia. Teori Kecerdasan Majemuk
memberikan pendekatan pragmatis pada bagaimana kita mendefinisikan kecerdasan
dan mengajari kita memanfaatkan kelebihan siswa untuk membantu mereka belajar.
Murid yang dapat membaca dan menulis dengan baik masih disebut murid yang
cerdas, tetapi mereka ditemani murid-murid lain yang memiliki bakat berbeda.
Melalui Kecerdasan Majemuk sekolah dan ruang kelas menjadi tempat yang
didalamnya berbagai kecakapan dan kemampuan dapat digunakan untuk belajar dan
memecahkan masalah. Menjadi cerdas tidak lagi ditentukan oleh nilai ulangan,
tetapi menjadi cerdas ditentukan oleh seberapa baik murid belajar dengan cara
yang beragam.[1]
Kata
inteligensi sering dimaknai dengan kecerdasan, kemampuan, atau bahkan keahlian.
Ketika ada pernyataan yang menyatakan inteligensi seseorang maka yang dimaksud
adalah suatu kecerdasan, kemampuan, atau keahlian yang dimiliki seseorang.[2] Kecerdasan
majemuk adalah teori yang dicetuskan Howard Gardner[3]
untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap individu memiliki banyak
kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan dan
menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode yang merupakan konsekuensi
dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu.
Pada
tahun 1979 sebuah tim kecil peneliti di Harvard Graduate School of Education
diminta oleh Bernard Van Leer Foundation dari Den Haag untuk melakukan penelitian
mengenai topik besar mengenai Sifat Alami dan Realisasi Potensi Manusia.
Sebagai anggota junior dari kelompok riset tersebut, Howard Gardner mendapat
tugas mengecilkan hati tetapi menghibur. Howard Gardner tidak kurang dari
menulis monograf mengenai apa yang telah diterima dalam ilmu pengetahuan
manusia mengenai sifat alami manusia belajar. Ketika Howard Gardner mulai
penelitian yang mencapai puncaknya dalam penerbitan Frames of Mind pada tahun
1983, saya memandang usaha awal itu sebagai peluang untuk melakukan sintesis
usaha riset Howard Gardner dengan anak-anak dan orang dewasa yang cedera
otaknya, disamping beberapa penelitian menarik lain yang saya minati.[4]
Sasaran
dari Howard Gardner adalah menghasilkan pandangan mengenai pemikiran manusia yang
lebih luas dan lebih lengkap ketimbang yang telah diterima dalam penelitian
belajar. Target yang diincar adalah teori pengaruh dari Jean Piaget yang
memandang semua pemikiran manusia sebagai usaha keras kearah pemikiran ilmiah
ideal dan pencetusan buah pemikiran lazim mengenai kecerdasan yang
mengaitkannya dengan kemampuan menyediakan jawaban singkat secara cepat pada
masalah yang menyangkut keterampilan linguistic dan logika. Seandainya Howard
Gardner mampu mengatakan bahwa umat manusia mempunyai bakat berbeda, pernyataan
ini akan menjadi tidak kontroversial dan bukunya tidak akan mendapat perhatian.
Tetapi beliau dengan sengaja membuat keputusan untuk menulis mengenai “
Kecerdasan Majemuk “. Majemuk menekankan jumlah
kemampuan manusia terpisah yang tidak diketahui, berkisar dari
kecerdasan musik sampai kecerdasan yang terlibat dalam memahami diri sendiri :
“ kecerdasan “ untuk menggaris bawahi bahwa kemampuan ini bersifat mendasar
seperti yang secara historis ditangkap dalam tes IQ.[5]
Tes
tersebut, menurut Thomas R. Hoerr, sebenarnya hanya mengukur kecerdasan secara
sempit karena hanya menekankan pada kecerdasan linguistik dan matematis-logis.
walaupun dapat mengukur keberhasilan anak di sekolah, namun tidak bisa
memprediksi keberhasilan seseorang di dunia nyata, karena keberhasilan di dunia
nyata saat ini mencakup lebih dari sekedar kecakapan Linguistik dan
matematis-logis.[6]
Pengagungan terhadap IQ dalam menentukan kesuksesan masih mendominasi
pembelajaran di sekolah dan salah satunya tampak pada penggunaan metode-metode
pembelajaran tradisional, seperti ceramah dan cerita yang lebih sesuai dengan
kecerdasan linguistik, dan penggunaan pendekatan rasional dengan
logika-matematika yang lebih sesuai dengan kecerdasan matematis-logis.[7]
Teori
kecerdasan majemuk mengajari kita bahwa
semua anak cerdas dalam cara yang berbeda-beda dan semua anak memiliki
potensi. Kecerdasan majemuk adalah sebuah model yang mengutamakan siswa dan
kurikulum sering dimodifikasi agar sesuai dengan siswa. Mengapa Howard Gardner
dengan Multiple Intelligence-nya menyita perhatian masyarakat ? setidaknya ada
tiga paradigma mendasar yang dirubah oleh Howard Gardner.
1. Kecerdasan
tidak dibatasi Tes Formal
Kecerdasan
seseorang tidak mungkin dibatasi oleh indikator-indikator yang ada dalam
achievement test ( tes formal). Sebab setelah diteliti, ternyata kecerdasan
seseorang itu selalu berkembang. Tes yang dilakukan untuk menilai kecerdasan
seseorang, praktis hanya menilai kecerdasan pada saat itu, tidak untuk satu bulan lagi, apalagi
sepuluh tahun lagi. Menurut Gardner kecerdasan dapat dilihat dari kebiasaan
seseorang. Padahal, kebiasaan adalah prilaku yang dilakukan berulang-ulang.
Dalam bukunya yang terkenal, Smart Baby, Clever Child, Valentine Dmitriev
mengatakan bahwa ada dua faktor dalam perkembangan otak manusia yang menjadikan
beberapa orang lebih pandai daripada orang lain. Faktor itu adalah keturunan
dan lingkungan.[8]
2. Kecerdasan
itu Multidimensi
Kecerdasan
seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak hanya kecerdasan verbal (
berbahasa) atau kecerdasan logika. Kecerdasan seseorang adalah proses kerja
otak seseorang sampai orang itu menemukan kondisi akhir terbaiknya. Terkadang,
kondisi akhir terbaik seseorang ini tidak terbatas pada satu kondisi saja.[9]
3. Kecerdasan,
Proses Discovering Ability
Multiple
Intelligences punya metode discovery ability yang artinya proses menemukan
kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa setiap orang pasti memiliki
kecendrungan jenis kecerdasan tertentu. Multiple Intellligence menyarankan
kepada kita untuk mempromosikan kemampuan atau kelebihan seorang anak dan
mengubur ketidakmampuan atau kelemahan
anak. Proses menemukan inilah yang menjadi sumber kecerdasan seorang anak.
Tentu dalam menemukan kecerdasannya seorang anak harus dibantu oleh
lingkungannya baik itu guru, sekolah, maupun sistem pendidikan yang
diimplementasikan disuatu Negara.[10]
B.
Sembilan
Kecerdasan dalam Pandangan Howard
Gardner
Suatu
kecerdasan juga harus sensitive pada penyandian dalam system simbol-sistem arti
yang dirancang untuk menangkap dan menyampaikan bentuk informasi yang penting.
Bahasa, gambar, dan matematika adalah tiga simbol yang nyaris mendunia yang
penting bagi mempertahankan hidup dan produktivitas manusia.
1. Kecerdasan
Musik
Kecerdasan
musik merupakan kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati
bentuk-bentuk musik dan suara. Selain itu kecerdasan musikal juga bisa
dikatakan kemampuan berpikir dengan nada, ritme, irama, dan melodi juga pada
suara alam.[11]
Inteligensi jenis ini banyak dimiliki oleh pencipta lagu, pesinetron,
orang-orang yang peka dengan nada, yang dapat menyanyikan lagu dengan tepat,
dapat mengikuti irama musik, dan orang yang mendengarkan berbagai karya musik
dengan tingkat ketajaman tertentu. Orang-orang dengan inteligensi musikal yang
menonjol akan sangat peka terhadap suara dan musik. Mereka akan dengan mudah
belajar dan bermain musik dengan baik.[12] Karakterisitik
individu yang menunjukkan kemampuan inteligensi musikal yakni :
a.
pandai mengubah dan
menciptakan musik, senang bernyanyi, bersenandung, dan pandai memainkan alat
musik,
b. mudah menangkap musik dan peka terhadap suara
dan musik,
c. serta
dapat membedakan bunyi berbagai alat musik dan gerak sesuai irama.
Secara
singkat, bukti mendukung interpretasi kemampuan musik sebagai kecerdasan
berasal dari sumber yang berbeda. Walaupun keterampilan musik pada umumnya
tidak dianggap keterampilan intelektual seperti matematika, keterampilan ini
memenuhi kriteria kami.[13]
2. Kecerdasan
Gerakan Badan
Merupakan
kemampuan yang berhubungan dengan gerakan tubuh termasuk gerakan motorik otak
yang mengendalikan dan menggunakan badan dengan mudah dan cekatan atau bisa
juga disebut dengan kemampuan mengekspresikan gagasan atau perasaan.[14]
Inteligensi gerakan badan ini banyak dimiliki oleh atlet, penari, pemahat,
actor, ahli bedah, dan penerjemah bahasa gerak tubuh. Orang-orang dengan
inteligensi gerakan badan yang menonjol akan sangat mudah mengungkapkan diri
dengan gerakan tubuh mereka. Orang-orang dengan inteligensi gerkan badan akan
sangat menikmati kegiatan fisik sperti berjalan kaki, menari, berlari,
berkemah, ataupun berenang.[15]
Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam kecerdasan
gerakan-badan yakni :
a. Senang
menari dan akting, pandai dan aktif dalam olahraga tertentu, dan mudah
berekspresi dengan tubuh
b. Mampu
memainkan mimik dan cenderung menggunakan bahasa tubuh
c. Senang
dan efektif berpikir dan sambil berjalan, berlari dan olahraga
Kemampuan
menggunakan badan seseorang untuk menyatakan emosi ( seperti dalam dansa ), dan
melakukan permainan ( seperti dalam olahraga ) atau untuk menciptakan produk
baru ( seperti dalam mewujudkan penemuan ) merupakan bukti dari sifat kognitif
dari penggunaan badan.
3. Kecerdasan
Logika Matematika
Kecerdasan
logika matematika merupakan kemampuan untuk menangani bilangan perhitungan,
pola serta pemikiran logis dan ilmiah. Selain itu kecerdasan logika matematika
merupakan kemampuan berfikir dalam penalaran atau menghitung, seperti kemampuan
menelaah masalah secara logis, ilmiah, dan matematis.[16]
Inteligensi jenis ini banyak menonjol pada seorang matematikawan, logikus,
saintis, akuntan, programmer, teknisi, analisis budget, ahli sipil, dan
ilmuwan. Pada dasarnya, matematikwan bukanlah satu-satunya ciri orang yang
menonjol dalam inteligensi logika-matematika. Siapapun yang dapat menunjukkan
kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapai permasalahan
aritmatika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan antar angka,
menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan dan membaca penanggalan atau
sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari kecerdasan
logika-matematika.[17]
Karakteristik individu yang memiliki kemampuan ini adalah :
a. Senang
bereksperimen, bertanya, menyusun atau merangkai teka-teki
b. Senang
dan pandai berhitung dan bermain angka
c. Senang
mengorganisasikan sesuatu dan menyusun scenario
d. Mampu
berpikir logis, baik induktif maupun deduktif
e. Senang
berpikir abstraksi dan simbolis serta mengoleksi benda-benda.
4. Kecerdasan
Linguistik
Kemampuan
untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif, baik secara oral
maupun tertulis. Kecerdasan linguistik bisa juga disebut dengan kecerdasan
berbahasa yang mencakup kemampuan berpikir dengan kata-kata seperti kemampuan
untuk memahami dan merangkai kata dan kalimat baik lisan maupun tulisan.[18]
Orang-orang yang memiliki kecerdasan linguistik dalam mengungkapkan suatu
fakta, orang-orang berinteligensi linguistik tinggi ini akan menceritakan
dengan perbendaharaan kata yang variatif sehingga tidak menjemukan untuk
didengar.[19]
Karakteristik individu yang menunjukkan kecerdasan linguistik atau bahasa
adalah :
a. Senang
membaca buku atau apa saja, mendongeng atau bercerita
b. Senang
berkomunikasi, berbicara, berdialog, berdiskusi dan berbahasa asing
c. Pandai
menghubungkan atau merangkai kata-kata dan kalimat baik lisan maupun tulisan
5. Kecerdasan
Ruang-visual
Kecerdasan
ruang merupakan kemampuan untuk menangkap dunia ruang-spasial dengan tepat,
dalam artian bahwa kemampuan untuk membayangkan suatu obyek. Kecerdasan jenis
ini banyak dimiliki oleh arsitek, fotografer, mekanik, navigator, decorator,
pilot, atau pemburu. Gardner mengakui
bahwa pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk merasakan dunia visual
secara akurat untuk melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi
awal atas penglihatan dan mampu menciptakan kembali aspek dari pengalaman visual
bahkan sampai pada ketidakhadiran dari stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya.[20] Karakteristik
individu yangmenunjukkan kecerdasan ruang adalah :
a. Senang
merancang gambar, desain, dan peka terhadap citra serta warna
b. Pandai
memvisualisasikan ide dan imajinasinya secara aktif
c. Mudah
menemukan jalan dalam ruang, mempunyai perpsepsi yang tepat dari berbagai sudut dan senang membuat rumah-rumah dari
balok
6. Kecerdasan
inter-personal
Kecerdasan
inter-personal merupakan kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan,
intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain atau kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain secara baik.[21] Anak yang mudah memahami orang lain dan
mementingkan relasi merupakan anak yang memiliki kecerdasan inter-personal yang
baik. Kecerdasan interpersonal ini banyak dimiliki oleh para komunikator,
fasilitator, penggerak massa, politikus, terapis, trainer, konselor, diplomat,
konsultan manajemen, dan negosiator. Orang yang memiliki kecerdasan
interpersonal bias mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab social yang
besar.[22] Karakteristik individu yang menunjukkan
kecerdasan inter-personal adalah :
a. Mampu
berorganisasi dan mampu menjadi pemimpin dalam suatu organisasi
b. Mampu
bersosialisasi dan menjadi moderator
c. Senang
permainan berkelompok daripada individu
d. Mampu
bekerja sama dengan teman
e. Biasanya
menjadi tempat mengadu orang lain dan mudah mengenal
f. Senang
berkomunikasi verbal dan non-verbal
g. Peka
terhadap teman dan suka member feedback
7. Kecerdasan
Intra-personal
Kecerdasan
intra personal tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan batin. Kemampuan
yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk
bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri itu.[23]
Orang dengan kecerdasan intrapersonal tinggi bukan berarti memiliki kecendrungann untuk bekerja
sendiri atau mengurung diri. Akan tetapi, mampu mengenali dirinya dengan baik
dan memiliki manajemen diri yang baik sehingga mampu mengendalikan berbagai
kegiatan dan pekerjaan sendiri tanpa menunggu instruksi orang lain.[24]
Karakteristik individu yang menunjukkan kecerdassan intra-personal adalah :
a. Mampu
menilai diri sendiri atau introspeksi diri
b. Berkonsentrasi
c. Keseimbangan
diri
d. Reflektif
dan bekerja mandiri
e. Udah
mengelola dan menguasai perasaannya dan sering mengamati serta mendengarkan
f. Mampu
merancang dan menyusun tujuan serta cita-cita dan planning hidup
8. Kecerdasan
Naturalistik[25]
Kecerdasan
naturalistik oleh Howard Gardner diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi
konsekuensial lain dalam alam natural, kemampuan untuk memahami dan menikmati
alam, dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani
serta mengembangkan pengetahuan akan alam. Para pecinta alam adalah contoh
orang yang tergolong sebagai orang-orang yang memiliki kecerdassan ini. Ada
banyak bidang pekerjaan yang menghendaki bakat naturalis seperti petani,
ilmuwan, ahli tanah dan orang yang berciri khas mengamati prilaku alam.
Orang-orang yang memiliki kecerdasan naturalis biasanya mampu hidup diluar
rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam.
Secara umum, orang dengan kecerdasan
naturalistic yang menonjol memiliki kemampuan untuk :
a. Mengenal
flora dan fauna
b. Mengklasifikasi
dan identifikasi tumbuh-tumbuhan dan binatang
c. Menyukai
alam dan hidup diluar rumah
9. Kecerdasan
Eksistensial[26]
Kecerdasan
eksistensial berhubungan dengan kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab
persoalan-persoalan terdalam terkait eksistensi manusia. Kecerdasan jenis ini
tampak pada filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia.
Orang-orang yang memiliki kecerdasan eksistensial sering melontarkan pertanyaan
yang jarang dipikirkan oleh orang lain bahkan pendidiknya sendiri. Misalnya “
apa semua manusia akan mati ” ? kalau semua akan mati, kenapa aku hidup ? pada
umumnya orang yang menonjol kecerdasan eksistensialnya juga berkemampuan untuk
:
a. Peka
dalam menjawab persoalan eksistensi diri/manusia
b. Melakukan
refleksi diri
c. Kontemplasi
diri
Dari
beberapa penjelasan diatas dapat kita Tarik sebuah pemahaman bahwa Multiple
Intelligences menyarankan kapada kita semua untuk mempromosikan kemampuan atau
kelebihan seorang anak dan mengubur ketidakmampuan atau kelemahan anak. Proses
menemukan inilah yang menjadi sumber kecerdasan seorang anak. Tentu, dalam
menemukan kecerdasannya, seorang anak harus dibantu oleh lingkungannya baik itu
orang tua, guru, sekolah, maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan
disuatu Negara. Betapa banyak contoh tokoh-tokoh yang cerdas, terkenal, dan
bermanfaat bagi masyarakat yang ada didunia.[27]
Berikut ada beberapa contoh tokoh-tokoh yang terkenal dan kecerdasan-kecerdasan
yang dimiliki.
Tokoh
dan kecerdasan yang dimiliki
Tokoh
|
Kecerdasan Yang
Diasah
|
Kondisi Akhir Terbaik
|
Billl
Gates
|
Logis
matematis
|
Pendiri
perusahaan Microsoft, orang terkaya diplanet bumi
|
Ghefira
Nurfatimah
|
Linguistik
|
Pemegang
rekor MURI untuk penulis temuda di Indonesia
|
Jeane
Phialsa ( Alsa )
|
Musikal
|
Drummer
professional termuda di Indonesia
|
Sayyid
Muhammad Husein Thabathaba’I
|
Spasial
visual
|
Hafal
Alqur’an beserta maknanya dengan metode photocopy memory
|
Franklin
D. Roosevelt
|
Inter-personal
|
Menjadi
presiden Amerika serikat pada perang dunia II masa tersulit dalam sejarah
Amerika
|
Lionel
Messi
|
Kinestetis
|
Pemain
bola yang sudah berapa kali menjadi
pemain terbaik dan berpredikat kelas dunia
|
Mario
Teguh
|
Intra-personal
|
Motivator
success di Indonesia dengan berbagai penghargaan
|
C. Urgensi Kecerdasan Majemuk Dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan sejatinya merupakan
proses pendewasaan yang tidak hanya menyentuh ranah kognitif, tetapi juga
afektif dan psikomotorik. Dengan demikian, tujuan pendidikan berujung pada
pendewasaan seseorang atau pribadi, yang tidak hanya pada aspek kognitifnya
saja, tetapi juga afektif secara psikomotorik. Ketiga aspek tersebut harus
benar-benar dirangkul dalam pendidikan yang merupakan upaya mendewasakan
sesorang. Melalui pendidikan, manusia dapat dikatakan sekaligus juga berproses
menuju dewasa, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Karena sejatinya
orang yang dewasa adalah orang yang matang secara fisik, mental, emosional, dan
spiritual. Maka, melalui pendidikan beberapa aspek kedewasaan diri ini mencoba
disentuh.[28]
Dalam proses pendidikan, kognitif
digugah dan dikembangkan dengan berbagai kegiatan rangsangan yang menyenangkan
agar segala sisi otak dapat bekerja secara maksimal. Daya nalar, memori, dan
pemikiran menjadi proyek garapan pendidikan sehingga kemudian dapat tercipta
aspek kognitif yang terasah dan senantiasa berkembang. Tidak hanya itu,
pendidikan pun sejatinya tidak meninggalkan aspek afektif. Hal ini dimaksudkan
bahwa sejatinya pendidikan tidak hanya mencetak pribadi yang tinggi dan
berkualitas dalam kognoitifnya saja, tetapi juga dalam bersikap (sisi afektif).[29]
Lebih dari itu, pendidikan juga
memikul tanggung jawab dalam segi psikomotorik. Pendidikan mencoba menggugahnya
dengan membiasakan peserta didik untuk mengimplementasikan segala yang telah
didapatkan melalui proses pendidikan. Dengan begitu, memlalui pendidikan
peserta didik tidak hanya digugah dan dikembangkan sisi pemikiran atau nalarnya
saja, tetapi juga sikap dan kleahliannya dalam mengimplementasikan segala ilmu
pengetahuan atau materi yang telah diperoleh. Pendidikan dengan segala aspek
dan perangkatnya bertujuan dan memikul tanggung jawab untuk mendewasakan
pribadi peserta didik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendewasaan
yang menjadi tujuan pendidikan adalah dewasa yang mencakup segala lini, yaitu;
fisik, mental emosional, dan spiritual.
Sejalan dengan teori multiple-intelegences, yang menjadi
sentuhan pendidikan bukan hanya kognitif, melainkan pula afektif dan
psikomotorik. Setiap manusia tidak hanya memiliki satu jenis kecerdasan, tetapi
beragam. Kesepadanan ini setidaknya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
begitu pentingnya nilai multiple-intelegences
dalam dunia pendidikan. Dengan segala asumsinya, teori ini akan dapat
meningklatkan kualitas pendidikan jika memang benar-benar diaplikasikan dalam
dunia pendidikan. Secara radikal, teori dari Howard Gardner akan membuat
pendidik, pengelola lembaga pendidikan, dan segala komponen yang berkecimpungt
dalam dunia pendidikan merefleksi diri dan ionterospeksi terutama dalam upaya pelaksanaan
pendidikan selama ini.[30]
Melalui teori multiple-intelegences, pendidikan dan segala aspek di dalamnya akan
mengurai kembali, bagaimana jalan dan implementasinya, bagaimana kemudian teori
multiple-intelegences ini berpengaruh
dan memberikan feel yang cukup terasa dalam tubuh pendidikan, bahkan secara
otomatis, teori multiple-intelegences
akan memaksa pendidikan akan segera interospeksi, melakukan evaluasi, mengubah,
dan berbenah diri. Sekurang-kurangmya pendidikan akan meningkatkan diri dan
kualitasnya, dengan kehadiran teori multiple-intelegences.
Karena sejatinya teori multiple-intelegences
telah dan dapat berpengaruh pada komponen-komponen penting dalam tubuh
pendidikan. Pengaruh tersebut dapat tercermin dalam pola piker pelaksanaan dan
pegiat pendidikan, misalnya; pada kurikulum, pada pola pembelajaran,
pengelolaan kelas, bahkan dalam evaluasi pendidikann nantinya. Dengan demikian,
kehadiran teori multiple-intelegences
dirasa cukup penting bagi dunia penidikan.[31]
Sebagaimana yang telah diketahui,
berdasarkan dan bertolak dari teori kecerdasan majemuk yang digagas Howard
Gardner, setiap manusia memiliki Sembilan jenis kecerdasan. Namun demikian, bagi
orang-orang tertentu suatu kecerdasan lebih menonjol dari kecerdasan yang lain.
Sembilan kecerdasan yang dimiliki setiap peserta didik dapat dikembangkan dan
ditingkatkan secara maksimal sehingga dapat berfungsi bagi peserta didik
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Howard Gardner, didalam pembelajaran
peserta didik akan mudah menangkap materi yang disampaikan pendidik apabila
materi yang disampaikan dengan menggunakan inteligensi yang menonjol pada
peserta didik tersebut. Namun, yang menjadi permasalahan kemudian adalah
pendidik biasanya cenderung menggunakan gaya dan model pembelajaran yang sesuai
dengan kecerdasan yang menonjol dalam dirinya dan mengabaikan kecerdasan yang
ada dan menonjol pada peserta didik.[32]
D.
Tantangan
Dalam Aplikasi Multiple Intelligences di dunia Pendidikan di Indonesia
Ada beberapa tantangan ketika
Multiple Intelligence ingin diiplementasikan di Indonesia, tantangan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Beberapa
element sistem pendidikan kita masih kurang sejalan dengan sistem pendidikan
yang proporsional
Proporsional bukan hanya sebatas
keseimbangan tetapi juga manusiawi. Secara teoritis, sistem pendidikan yang
tidak proporsional tersebut terdapat
pada alur pendidikan, mulai dari input, output, proses, dan juga output.
2. Pemahaman
yang salah tentang makna sekolah unggul di Indonesia
Benarkah indikator sekolah unggul
itu harus dititik beratkan pada the best input ? artinya, sekolah unggul adalah
sekolah yang memilih dan menyeleksi siswa-siswa yang akan masuk kedalam sekolah
itu secara ketat ? jika sekolah tersebut hanya menerima siswa-siswa yang
pandai, lalu bagaimana dengan siswa-siswa yang tidak pandai ?
3. Implementasi
kurikulum yang tidak sejalan dengan evaluasi akhir pendidikan
Isu Ujian Nasional masih menjadi
dilema pada sistem pendidikan kita. Bagaimana sebenarnya fungsi dan esensi UAN
tersebut ? banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa UAN justru
bertentangan dengan kurikulum pendidikan yang berbasis kompetensi. Namun, tidak
sedikit juga ahli pendidikan yang menginginkan UAN tetap diberlakukan.
4. Proses
belajar yang masih menggunakan kreativitas tingkat tinggi
Dalam hal ini, permasalahan
terletak pada rendahnya kemampuan guru mengajar dengan kreativitas yang baru
dan menarik. Kurangnya kualitas guru mengindikasikan bahwa kualitas guru di
Indonesia masih rendah. Hal ini terkait dengan banyak hal yang lebih mendasar,
seperti bagaimana kualitas dan rutinitas program pelatihan dan pengembangan
guru yang dilaksanakan oleh dinas pendidikan setempat maupun oleh sekolah
masing-masing ?
5. Proses
penilaian hanya dilakukan secara parsial pada kemampuan kognitif yang terbesar,
masih belum menggunakan penilaian autentik secara komprehensif
Di kurikulum-kurikulum sebelumnya
penilaian autentik hanya berperan dalam kelompok minoritas dan tidak begitu
memiliki peran yang begitu signifikan. Semoga dikurikulum 2013 penilaian
autentik benar-benar berjalan secara maksimal dan komprehensif.
BAB III
KESIMPULAN
Kecerdasan adalah bagaimana seorang
individu mampu memecahkan suatu persoalan secara mandiri dan menghasilkan
produk baru yang mempunyai nilai kreativitas. Kecerdasan seseorang itu
berkembang ( dinamis ), tidak statis. Multiple intelligences adalah sebuah
teori yang menekankan bahwa setiap anak memliki kecerdasan, tetapi mereka
cerdas dengan cara yang berbeda-beda.
Untuk mengetahui kecerdasan seseorang yang menonjol perlu dilihat bagaimana orang
itu menyelesaikan persoalan nyata dalam hidupnya, bukan hanya sekedar menilai
kemampuannya dalam menyelesaikan tes dan soal-soal tertulis diatas meja. Penerapan
teori multiple intelegensi dalam program pembelajaran dapat dikembangkan dengan
menggunakan program pembelajaran yang berorientasi pada siswa bukan pada
materi.
Ada Sembilan kecerdasan yang di
rumuskan oleh Howard Gardner dalam Multiple Intelligences, diantaranya adalah
kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematis, kecerdasan gerakan badan,
kecerdasan ruang visual, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal,
kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.
Daftar Pustaka
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta
: Ar-Ruzz Media, 2007.
Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia,
Bandung : Kaifa, 2009.
Gardner, Howard, Multiple Intelligences : Kecerdasan Majemuk
Teori dalam Praktik, Tangerang : Interaksara, 2013.
Hoerr, Thomas, Buku
Kerja Multiple Intelligences : Pengalaman New City School di St. Louis,
Missouri, AS dalam Menghargai Aneka Kecerdasan Anak. Bandung : Kaifa, 2007.
Julia, Jasmine, Metode Mengajar Multiple Intelligences :
Membangkitkan Potensi Kecerdasan Siswa dalam Praktik Pembelejaran, Bandung
: Nuansa Cendikia, 2012.
Ladislaus Naisaban, para psikolog terkemuka dunia : riwayat
hidup, pokok pikiran, dan karya. Jakarta : Grasindo, 2004.
Paul Suparno, Teori Inteligensi Ganda dan aplikasinya disekolah : Cara Menerapkan
Teori Multiple Intelligence Howard
Gardner, Yogyakarta : Kanisius, 2008.
Ula, Shoiimatul, Revolusi Belajar : Optimalisasi Kecerdasan
Melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Majemuk, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013.
[1] Hoerr, Thomas, Buku
Kerja Multiple Intelligences : Pengalaman New City School di St. Louis,
Missouri, AS dalam Menghargai Aneka Kecerdasan Anak. Bandung : Kaifa, 2007.
Hlm 7.
[2] Ula, Shoiimatul, Revolusi Belajar : Optimalisasi Kecerdasan
Melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk, Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2013, hlm 81.
[3] Howard
Gardner adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan. Dia lahir pada tanggal 11
juli 1943 di Scranton, Pennsylvania. Dalam perjalanan karirnya, pada tahun
1995-sekarang dia menjabat sebagai ketua tim Proyek Zero di Harvard Graduate
School of Education, yaitu kelompok penelitian yang bertujuan untuk memperkuat
pendidikan seni. Melalui penelitian diproyek itulah dia menemukan teori
kecerdasan majemuk yang kemudian dipublikasikan pertama kali dengan terbitnya
buku Frames of Mind pada tahun 1983. Lihat Ladislaus Naisaban, para psikolog
terkemuka dunia : riwayat hidup, pokok pikiran, dan karya. Jakarta : Grasindo,
2004. Hlm 158-162.
[4] Gardner, Howard, Multiple Intelligences : Kecerdasan Majemuk
Teori dalam Praktik. Tangerang : Interaksara, 2013. Hlm 7.
[5] Gardner, Howard, Multiple Intelligences.., Hlm 8.
[6] Thomas, R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligence, terjemahan Ary Nilandari. Bandung
: Mizan Pustakaa, 2007, hlm 9-10.
[7] Paul
Suparno, Teori Inteligensi Ganda dan
aplikasinya disekolah : Cara Menerapkan Teori Multiple Intelligence Howard
Gardner, Yogyakarta : Kanisius, 2008, hlm 6.
[8] Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia. Bandung : Kaifa, 2009. Hlm 70-71.
[9] Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia..,hlm 75-76.
[10] Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia..,hlm 77-78.
[18] Julia,
Jasmine, Metode Mengajar Multiple Intelligences,
Bandung : Nuansa Cendikia, 2012, hlm 17
[19] Ibid.., hlm 88-89.
[22] Ula, Shoiimatul, Revolusi Belajar..,hlm 96.
[29] Baharudin dan Esa Nur
Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2007, hlm 152.
[30] Ula, Shoiimatul, Revolusi Belajar..,hlm 98.
[31] Ibid..,hlm 124.
[32] Ibid.., hlm 127.
No comments:
Post a Comment