BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Menyimak
sinergisme kinerja para pendidik (guru) saat ini tentu memerlukan perhatian
yang sangat serius mengingat persoalan guru cukup kompleks dan hampir mencakup
segala sendi kehidupan. Melihat kehidupan negara-negara maju yang telah beralih
dari kekuatan yang berbasis ideologi, ekonomi, militer, teknologi kepada
pembinaan kekuatan yang berbasis ilmu pengetahuan, profesionalisme bidang
pengelolaan pendidikan menjadi utama dan mengemuka. Dapat dikatakan bahwa
persoalan pendidikan dengan beragam gejolak yang melekat padanya adalah satu
fenomena lazim yang terkadang dipahami segelintir orang sebagai rutinitas.
Sebagai bagian dari pembelajaran manusia, pendidikan terkadang disikapi kurang antusias.[1]
Dengan memperhatikan
upaya reformasi pembelajaran yang sedang berkembang di Indonesia, saat ini para
guru atau calon guru banyak ditawari dengan aneka pilihan model ataupun
strategi pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (
penelitian akademik maupun penelitian tindakan ) masih sulit menemukan
sumber-sumber literaturnya. Namun jika para guru telah dapat memahami konsep
atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses pembelajaran, maka pada
dasarnya guru pun dapat secara kreatif untuk mencoba dan mengembangkan model
pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja
masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran
versi guru yang bersangkutan yang tentunya semakin memperkaya khazanah model
dan strategi pembelajaran yang sudah ada.[2]
Harapan yang
tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang
disampaikan guru dapat dikuasai oleh anak didik secara tuntas. Ini merupakan
masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan
anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi
mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan. Paling
sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang
lainnya, yakni aspek intelektual, psikologi, dan biologis.[3]
Pada mulanya
istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara
penggunaan seluruh kekuatan untuk memenangkan suatu peperangan. Dalam mengatur
strategi seseorang akan terlebih dahulu menimbang kekuatan pasukan yang
dimilikinya baik kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semua diketahui, baru ia
menyusun tindakan yang harus dilakukan; siasat peperangan, taktik dan teknik
peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan sebuah serangan. Dengan
demikian, dalam menyusun strategi perlu diperhitungkan berbagai faktor, baik
dari dalam maupun dari luar.[4]
Terkait strategi pembelajaran inkuiri dan dicovery yang akan penulis bahas
merupakan salah satu dari sekian banyak strategi pembelajaran yang digunakan
oleh pendidik di lapangan. Secara garis besar discovery dan inkuiri dapat
dimaknai sebagai strategi pembelajaran yang lebih menekankan aspek kognitif, lebih
jelasnya akan kita bahas di dalam
tulisan ini.
B.
Rumusan
Masalah
Agar materi yang
penulis buat lebih terstruktur dan sistematis, rumusan permasalahannya sebagai
berikut.
1. Bagaimana
konsep dasar strategi pembelajaran inkuiri dan discovery?
2. Apa
prinsip dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dan discovery?
3. Bagaimana
langkah dari pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri dan discovery?
4. Apa
saja kelebihan dan kekurangan dari strategi pembelajaran inkuiri dan discovery?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Strategi Pembelajaran Inkuiri dan
Discovery
1.
Strategi
Pembelajaran Inkuiri
Strategi
pembelajaran inkuiri banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut
aliran ini, belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir
dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara
optimal. Belajar lebih dari sekadar proses menghafal dan menumpuk ilmu
pengetahuan, tetapi membuat pengetahuan yang diperoleh bermakna untuk siswa
melalui keterampilan berpikir.[5]
Discovery dan inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis,
dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan prilaku.[6]
Istilah inkuiri
berasal dari bahasa Inggris, yaitu inquiry
yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri merupakan
pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik secara maksimal
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis,
sehingga peserta didik dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan rasa percaya
diri. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama
Suchman.[7]
Strategi
pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada proses berpikir secara kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya
jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan
strategi heuristic, yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang
berarti saya menemukan. Strategi pembelajaran inkuiri berangkat dari asumsi
bahwa sejak dilahirkan kedunia manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri
pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam sekitarnya merupakan
kodratnya. Manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui
indera pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indera-indera lainnya. Hingga
dewasa keingin tahuan manusia secar terus menerus berkembang dengan menggunakan
otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh
keingintahuan itu. Dalam rangka itulah strategi inkuiri dikembangkan.[8]
Ada
beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri[9]:
a. Pertama,
strategi inkuiri menekankan kepada
aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
b. Kedua,
seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self
belief). Strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, tapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
c. Ketiga,
tujuan penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan
berpikir secara sitematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan
intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dalam strategi pembelajaran
inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, tetapi
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Strategi
pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada siswa (student
centered approach). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini siswa
memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Strategi
pembelajaran inkuiri akan efektif manakala:[10]
a.
Guru mengharapkan siswa dapat menemukam
sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dalam strategi
inkuiri penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran,
tapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar.
b.
Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan
tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, tetapi sebuah kesimpulan
yang perlu pembuktian.
c.
Jika proses pembelajaran berangkat dari
rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
d.
Jika guru akan mengajar pada sekelompok
siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri
akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan
untuk berpikir.
e.
Jika jumlah siswa yang belajar tak
terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.
f.
Jika guru memiliki waktu yang cukup
untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
2.
Prinsip-Prinsip
Penggunaan
Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan strategi yang menekankan kepada pengembangan intelektual siswa.
Perkembangan mental (intelektual), menurut Piaget, dipengaruhi oleh empat
faktor, yaitu maturation, physical
experience, social experience, dan equilibration.
a. Maturation
atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses
pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan
pertumbuhan otak merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir (intelektual) anak.
b. Physical experience
adalah tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di
lingkungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan individu
memungkinkan dapat mengembangkan aktivitas dan daya pikir. Gerakan-gerakan
fisik yang dilakukan akhirnya akan bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau
ide-ide.[11]
c. Social experience adalah
aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial, anak
bukan hanya dituntut untuk mempertimbangan atau mendengarkan pandangan orang
lain, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain di samping
aturannya sendiri. Ada dua aspek pengalaman sosial yang dapat membantu perkembangan
intelektual. Pertama, pengalaman
sosial yang akan dapat mengembangkan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa
diperoleh melalui percakapan, diskusi, dan argumentasi dengan orang lain. Kedua, melalui pengalaman sosial anak
akan mengurangi egocentric-nya.
Sedikit demi sedikit akan muncul kesadaran bahwa ada orang lain yang mungkin
berbeda dengan dirinya. Pengalaman semacam itu sangat bermanfaat untuk
mengembangkan konsep mental seperti kerendahan hati, toleransi, kejujuran
etika, moral, dan lain sebagainya.
d. Equilibration adalah
proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada pengetahuan baru yang
ditemukannya. Adakalanya anak dituntut untuk memperbaharui pengetahuan yang
sudah terbentuk setelah ia menemukan informasi baru yang tidak sesuai.
Atas dasar
penjelasan di atas, maka dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri
terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.[12]
1)
Berorientasi pada pengembangan
intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri
adalah pengembangan kemampuan berpikir. Strategi pembelajaran ini selain
berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena
itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi
inkuiri tidak ditemukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasi materi pelajaran,
tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari
“sesuatu” yang harus ditemukan oleh siswa melalui proses berpikir adalah sesutu
yang dapat ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, sehingga setiap gagasan
yang dapat ditemukan.
2)
Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya
adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun maupun interaksi
siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menemukan guru bukan sebagai
sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur intarksi itu
sendiri. Guru perlu mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya
melalui interaksi mereka.
3)
Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan
dalam menggunakan strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya.
Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan
bagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya
dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik
bertanya perlu dikuasi oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar
untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk
mengembangkan kemampuan atau bertanya untuk menguji.
4)
Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat
sejumlah fakta, tetapi belajar adalah proses bepikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh
otak. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan
memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi
“kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu
didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur
yang dapat mempengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang
menyenangkan dan menggairahkan.
5)
Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba
berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak
perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan
logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang
menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan berbagai kemungkinan sebagai
hipotesis yang harus dibuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
3.
Langkah
Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara
umum proses pembelajaran dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:[13]
a.
Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah
untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini
guru mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah
orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilam strategi
pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas
menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa kemauan dan
kemampuannya ini tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah:
1) Menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2) Menjelaskan
pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.
Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah,
mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
3) Menjelaskan
pentingnya topik dan kegiatan belajar.
b.
Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan
langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan
yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan
teka-teki itu. Dikatakan teka-teki karena masalah itu tentu ada jawabannya, dan
siswa di dorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah
yang sangat penting dalam strategi inkuiri. Melalui proses berpikir. Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya:
1) Masalahnya
hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa memiliki motivasi belajar yang
tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.
Karenanya, guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru
hanya memberikan topik yang akan dipelajari.
2) Masalah
yang dikaji mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu
mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurur guru jawabannya
sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
3) Konsep-konsep
dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh
siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri,
guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang
konsep-konsep yang ada dalam melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, jika ia
belum paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan masalah.
c.
Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara
dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara,
hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk
berpikir pada dasarnyasudah dimiliki sejak ia lahir. Potensi itu dimulai dari
kemampuan untuk menebak atau mengira-ngira suatu permasalahan. Ketika individu
dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang bisa
mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab itu, potensi untuk
mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu
cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara, atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dan suatu permasalahan yang
dikaji.
d.
Mengumpulkan data
Dalam strategi pembelajaran
inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Tugas dan peran guru dalam tahapan
ini adalah mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir
mencari informasi yang dibutuhkan.
e.
Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan
jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah
mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Menguji hipotesis
juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran
jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, tetapi harus
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f.
Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses
mendiskripkisikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Merumuskan kesimpulan merupakan langkah penting dalam proses pembelajaran.
Sering terjadi, banyaknya data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang
dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data yang
relevan.
4.
Kesulitan-kesulitan
dalam Implementasinya
Strategi
Pembelajaran Inkuiri (SPI) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
dianggap baru, khususnya di Indonesia. Sebagai salah suatu strategi baru, dalam
penerapannya terdapat beberapa kesulitan.[14]
a)
Pertama,
SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang
bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan
hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran
sebagai proses menyampaikan informasi yang lebih menekankann kepada hasil belajar,
banyak yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya. Bahkan ada guru
yang menganggap SPI sebagai strategi yang tidak mungkin dapat diterapkan,
karena tidak sesuai dengan budaya dan sistem pendidikan di Indonesia.
b)
Kedua,
sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya
adalah menerima matrei pelajaran dari guru, sebagai sumber belajar yang utama.
Karena budaya belajar yang demikian sudah terbentuk dan menjadi kebiasaan, maka
sulit mengubah pola belajar mereka dapat menjadikan belajar sebagai proses
berpikir. Mereka akan kesulitan ketika diajak memecahkan suatu persoalan.
c)
Ketiga,
berhubungan dengan sistem pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten. Misalnya,
sistem pendidikan yang menganjurkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya
menggunakan pola pembelajaran yang dapat menngembangankan kemampuan berpikir
melalui pendekatan active learning atau yang dikenal dengan CBSA atau KBK,
namun di lain pihak sistem evaluasi yang digunakan masih UAN berorientasi pada
pengembangan aspek kognitif.
5.
Keunggulan
dan Kelemahannya
a.
Keunggulan
Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena strategi ini
memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
1) Menekankan
kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2) Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajaranya.
3) Sesuai
dengan perkembangannya psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku lewat pengalaman.
4) Mampu
melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga
siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terlambat oleh siswa
yang lemah dalam belajar.
5) Peserta
didik lebih aktif dalam mengolah dan mencari informasi.[15]
b.
Kelemahan
Disamping memiliki keunggulan,
strategi ini juga memiliki kelemahan, antaranya sebagai berikut:
1) Sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2) Tidak
mudah mendesainnya, karena terbentur pada kebiasaan siswa.
3) Terkadang
dalam implementasinya memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4) Selama
kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik dalam
menguasai materi, maka pembelajaran inkuiri sulit di implementasikan.
6.
Model-model
Pembelajaran Inkuiri
Beberapa
macam model pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge
diantaranya:[16]
a) Guide inquiry.
Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang
dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada
siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem
atau masalah. Inkuiri terbimbing hanya bisa digunakan terutama bagi siswa-siswa
yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.
b) Modified inquiry.
Cirinya yaitu guru hanya memberikan permasalahan tersebut melalui pengamatan,
percobaan, atau prosedur penelitian untuk memperoleh jawaban.
c) Free inquiry.
Pada model ini siswa harus mengidentifkasikan dan merumuskan macam problema
yang dipelajari dan dipecahkan. jenis model ini lebih bebas daripada kedua
jenis inkuiri sebelumnya.
d) Inquiry role approach.
Model pembelajaran inkuiri pendekatan peranan ini melibatkan siswa dalam
tim-tim yang masing-masing terdiri atas empat orang untuk memecahkan masalah
yang diberikan.
e) Invitation into inquiry.
Model inkuiri jenis ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah dengan
cara-cara yang ditempuh para ilmuwan.
f) Pictorial riddle.
Pada model ini merupakan metode mengajar yang dapat mengembangkan motivasi dan
minat siswa dalam diskusi kelompok kecil atau besar, gambar, peragaan, atau
situasi sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif para siswa.
g) Synectis lesson.
Model ini lebih memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam
bentuk kiasan supaya dapat membuka inteligensinya dan mengembangkan
kreativitasnya.
h) Value clarification.
Pada model ini siswa lebih difokuskan pada pemberian kejelasan tentang suatu
tata aturan atau nilai-nilai pada suatu proses pembelajaran.
B.
Strategi
pembelajaran Discovery
Secara sederhana
discovery learning dapat diartikan sebagai cara penyajian pelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau
tanpa bantuan guru.[17] Strategi
pembelajaran discovery learning lebih
dikenal dengan penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk
menemukan jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap
ditemukan sendiri oleh siswa.[18] Kata
penemuan sebagai strategi pembelajaran merupakan penemuan yang dilakukan oleh
siswa. Siswa menemukan sendiri sesuatu yang baru, ini tidak berarti yang
ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain. Metode
penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang
seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristic,
yakni suatu jenis mengajar yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk
meningkatkan rentangan keaktifan siswa yang lebih besar, berorientasi kepada
proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri, dan refleksi yang
sering muncul sebagai kegiatan belajar. Metode penemuan adalah proses mental
dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental
yang dimaksud adalah mengamati, mencerna, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan.[19]
Metode discovery
learning adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau suatu
prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental
itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.[20] Metode
discovery learning adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan
bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran.
Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuan yang mereka miliki. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu
stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa
terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru
hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang
demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan
sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.[21]
1.
Tujuan
Implementasi Strategi Pembelajaran Discovery
Metode mempunyai
peran yang cukup besar dalam sistem pembelajaran. Kemampuan yang diharapkan
dapat dimiliki anak didik akan ditentukan oleh relevansi penggunaan suatu
metode yang sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat
dicapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan
yang terpatri didalam suatu tujuan.
Metode penemuan
sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
dengan tujuan sebagai berikut: (a) Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar; (b) Mengarahkan para siswa
sebagai pelajar seumur hidup; (c) Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai
satu-satunya sumber; (d) informasi yang diperlukan oleh para siswa; (e) Melatih
para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi
yang tidak pernah tuntas digali.[22] Penggunaan
metode discovery learning ini guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas
siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga metode discovery learning
memiliki tujuan sebagai berikut: (a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk
mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan ketrampilan dalam proses
kognitif/pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat
kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, (c) Dapat
meningkatkan kegairahan belajar para siswa.[23]
2. Kelebihan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Discovery
Syarat utama
metode discovery learning ada pada potensi yang dimiliki oleh siswa itu
sendiri. Potensi itu meliputi: kemandirian siswa dalam data, keaktifan dalam
memecahkan masalah, kepercayaan pada diri sendiri. Kelebihan metode penemuan,
yaitu: siswa dapat mengerti konsep dasar lebih baik, membantu dalam menggunakan
ingatan, pengetahuan mudah ditransfer pada situasi proses belajar yang baru,
mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisatif sendiri, memberi kepuasan
instrinsik, serta pembelajaran lebih baik.[24]
Strategi pembelajaran discovery memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut[25]:
a) Dianggap
membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan
dan proses kognitif siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan
terpimpin.
b) Pengetahuan
diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu
pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi
dan transfer
c) Strategi
penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah
penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan
d) metode
ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri
e) metode
ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih
merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu
proyek penemuan khusus
f) Metode
discovery learning dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.
g) Strategi
ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa dan guru
berpartisispasi sebagai sesama dalam situasi penemuan yang jawaban nya belum
diketahui sebelumnya.
Sementara
kelemahan metode discovery learning adalah sebagai berikut:
a) Dipersyaratkan
keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban
mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan
hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian
dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam
bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan
akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.
b) Metode
ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu
dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau
menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
c) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini
mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
secara tradisional.
d) Mengajar
dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh
pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan.
Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai
perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.
e) dalam
beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak
ada.
BAB
III
KESIMPULAN
Strategi pembelajaran
inkuiri dan discovery merupakan suatu upaya yang di peruntukkan bagi para guru
agar lebih kreatif dalam proses pembelajaran. Secara istilah dapat dimaknai
dengan mencari dan menemukan. Pembelajaran inkuiri dan discovery merupakan
pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik secara maksimal
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis
sehingga peserta didik dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh
percaya diri. Antara strategi pembelajaran discovery dan inkuiri sendiri memang
memiliki perbedaan, namun perbedaannya akan lebih terlihat ketika proses akhir.
Strategi pembelajaran inkuiri dan
discovery merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar
berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa
lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan
masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan
guru dalam pembelajaran adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru
adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan.
Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa.
Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam
rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan,
tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus
dikurangi.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin Suyitno, Dasar-dasar dan Proses
Pembelajaran (Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang, 2004).
Aswan Zain Syaiful Bahri Djamarah, , Strategi Belajar Mengajar, cet. Ke-4(
Jakarta: Rinek Cipta, 2010).
Cucu Suhan, Hanafiah, , Konsep Strategi Pembelajaran, cet. Ke-1
(Bandung: Refika Aditama, 2009).
Hamruni, Strategi Pembelajaran ( Yogyakarta: Insan Madani,2012).
Hamruni,
Strategi dan Model-Model Pembelajaran
Menyenangkan (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN SUKA,2009).
Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan, cet. Ke-3( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2009).
Madjid Abdul, Strategi Pembelajaran ( Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 1.
Mulyani Arifin, Pedoman Pelaksanaan
Mengajarkan (Jakarta: Depdikbud, 2000).
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: Rineka Cipta, 2001).
Rohani, Penerapan Metode Discovery
learning, (Online: http://www.riyantoyosapat. com/ search.
Suryosubroto, Metode Discovery
learning, (Online: http://nilaieka.blogspot.com/2010
/01/ metode-discovery learning.html.
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2013).
Wahyana, Strategi Belajar Mengajar
(Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1992).
[1] Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan, cet. Ke-3( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2009), hlm. 7.
[2] Abdul Madjid, Strategi Pembelajaran ( Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm. 1.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Aswan
Zain, Strategi Belajar Mengajar, cet.
Ke-4( Jakarta: Rinek Cipta, 2010), hlm. 1.
[4] Hamruni, Strategi Pembelajaran ( Yogyakarta: Insan Madani,2012), hlm. 1.
[5] Hamruni, Strategi..,hlm. 87.
[6] Hanafiah, Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, cet. Ke-1
(Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 77.
[7] Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2013), hlm. 115.
[8] Hamruni, Strategi..,hlm. 88
[9] Ibid..,hlm. 89
[10] Ibid.., hlm. 90
[11] Suyadi, Strategi Pembelajaran..,hlm.118.
[12] Hamruni, Strategi..,hlm. 92.
[13] Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Menyenangkan (Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah UIN SUKA,2009) hlm. 138-141
[14] Hamruni, Strategi dan..,hlm. 142.
[15] Suyadi, Strategi Pembelajaran..,hlm.126.
[16] Hamruni, Strategi dan..,hlm. 144-146.
[17] Wahyana, Strategi Belajar Mengajar
(Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1992), hlm. 25.
[18]Suyitno Amin, Dasar-dasar
dan Proses Pembelajaran (Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang,
2004), hlm. 5.
[19] Suyitno Amin, Dasar-dasar..,hlm. 5.
[20] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 20.
[21] Rohani, Penerapan
Metode Discovery learning, (Online: http://www.riyantoyosapat. com/ search.
2004. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2014
[22] Suyitno Amin, Dasar-dasar..,hlm. 5-6.
[23] Roestiyah, Strategi..,hlm. 20.
[24] Arifin Mulyani, Pedoman
Pelaksanaan Mengajarkan (Jakarta: Depdikbud, 2000), hlm. 8.
[25] Suryosubroto, Metode
Discovery learning, (Online: http://nilaieka.blogspot.com/2010 /01/
metode-discovery learning.html, 2010. Di akses pada tanggal 1 Oktober 2014
smoga bermanfaat
ReplyDelete